Anak Penderita Epilepsi Butuh Inisiatif Orangtua

seorang anak penderita epilepsi

Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya tumbuh normal tanpa memiliki kelainan. Sayangnya, penyakit bisa menjangkit siapa saja tanpa adanya aba-aba. Sebab itu, penting bagi orangtua untuk mengetahui kondisi buah hati sejak dini, agar penanganannya bisa lebih optimal. Salah satu jenis penyakit yang perlu diwaspadai orangtua adalah epilepsi.

Epilepsi merupakan gangguan sistem saraf pusat akibat lepas listrik yang berlebihan pada sel otak. Penyakit ini menyebabkan penderitanya kejang-kejang, sesak napas, hilang keseimbangan (terjatuh), tampak bingung dan tidak menanggapi kebisingan, bibir membiru, hingga hilang kesadaran. Gejala ini tentu tidak selalu sama pada setiap orang.

Dikutip dari Alodokter, kejang pada penyakit epilepsi bisa dipicu beberapa hal, seperti stress, kelelahan, atau akibat konsumsi obat tertentu. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi sendiri dapat digolongkan menjadi dua, yakni epilepsi idiopatik dan epilepsi simptomatik.

Epilepsi idiopatik merupakan epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui, artinya epilepsi muncul tanpa ada gejala tertentu sebelumnya. Sejumlah ahli mengatakan kondisi ini dipengaruhi faktor genetic. Sedangkan epilepsi simptomatik adalah jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui—ada symptom yang terlihat. Misalnya tumor, kelainan pembuluh darah, cidera di otak, dan lain sebagainya.

anakku.id Bersama Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro,  Sp.A(K) mengadakan seminar online, (9/04) dengan materi ‘Epilepsi Pada Anak Dapat Disembuhkan’. Dokter Hardiono selaku pemateri menjabarkan secara ringkas dan jelas mengenai epilepsi anak pada ratusan peserta seminar.

“Kalau bayi baru lahir, kita harus lihat tubuhnya. Kalau ada tanda putih seperti ini dikulitnya, kita harus hati-hati, ini namanya tuberous sclerosis,” paparnya sembari menunjukkan tanda yang dimaksud. Jika besar nanti, wajah si anak akan keluar bintil seperti jerawat, namanya tuber. Tuber inilah yang menyebabkan anak mudah kejang.

Hardiono saat menyampaikan materi Tuber sebagai penyebab epilepsi

Semakin dini, Fams sebagai orangtua harus menyadari gejala epilepsi pada anak. Jika begitu maka peluang kesembuhan semakin besar. Bahkan berdasarkan artikel dari Kids Health, Sebagian besar anak dengan epilepsi bisa menjalani kehidupan layaknya anak normal. Dengan catatan orangtua selalu sigap dan cepat mendeteksi gejala epilepsi anaknya.

Orangtua harus memastikan anak minum obat sesuai resep dokter, menjauhkan mereka pada hal-hal yang membuatnya stress berlebihan hingga kurang tidur. Hal terpenting yang juga bisa dilakukan orangtua adalah membantu anak belajar dan beradaptasi dengan lingkungan. Bila anak sudah di usia sekolah, maka orangtua dapat memberitahu guru tentang kondisi anak dan meminta guru mengawasinya. Anak juga harus dibekali pengetahuan tentang cara minum obat, termasuk jumlah dosis dan kapan waktu yang tepat untuk meminumnya.

Dilansir dari Alodokter, ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk menangani epilepsi pada anak. Obat-obatan tersebut antara lain:

  • Phenytoin
  • Carbamazepine
  • Valproate
  • Valproic acid
  • Ethosuximide
  • Topiramate
  • Gabapentin
  • Oxcarbazepine
  • Zonisamide
  • Lamotrigine
  • Felbamate

Obat-obat tersebut pada dasarnya berguna mengontrol gejala yang ditimbulkan, bukan untuk menyembuhkan secara total. Meski demikian, penting bagi Fams untuk berkonsultasi pada dokter, karena masing-masing tipe epilepsi tentu memerlukan penanganan yang berbeda.

Dalam seminar epilepsi tersebut, terdapat pula sesi tanya jawab antara Dokter Hardiono dengan para peserta. Umi Khorina, seorang ibu yang anaknya mengidap epilepsi bercerita tentang kondisi sang buah hati. Ia mengaku sudah melakukan terapi dan pengobatan hingga kejang anaknya hilang. Begitu pengobatan dihentikan, Umi menyadari pertumbuhan anaknya terhambat, “Ada hubungannya nggak, Dok? Sekarang umurnya 4 tahun 4 bulan itu beratanya 13 Kg dan tingginya pun masih 92 cm, di bawah rata-rata, Dok,” tanya Umi.

Umi juga menambahkan tentang kondisi anaknya yang memiliki tanda putih di tubuh. Dokter Hariono, atau lebih akrab dipanggil Opa Yoni itu pun menjawab keluhan-keluhan Umi, “Ya, bisa saja terganggu metabolisme, kalsium, vitamin D-nya jadi musti di cek juga. Terus untuk tanda putih itu nanti coba di potret saja, kirim ke WA saya,” jawab Opa Yoni untuk didiagnosis lebih lanjut.

Tidak hanya Umi, ada banyak orangtua lain yang juga mengutarakan keluhan dan pertanyaan terkait kondisi anak mereka. Ada yang langsung menemukan solusi pengobatan, ada pula yang harus mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut agar diagnosisnya bisa lebih tepat. Antusiasme peserta seminar sudah menjadi pertanda baik tentang penanganan epilepsi, mengingat selama ini masih banyak stigma buruk terhadap penyakit ini.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FK USU, Sebagian orangtua tidak mau memberitahukan tentang kondisi epilepsi pada anaknya. Hal ini lantaran epilepsi dianggap rahasia keluarga. Selain itu, masih banyak sikap buruk masyarakat terhadap pengidap epilepsi, serta penyakit dan penyebabnya masih sering disalahartikan oleh sebagaian besar orang.

Perilaku masyarakat terhadap pasien inilah yang berdampak terhadap pengobatan epilepsi. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk mengubah stigma negatif terhadap pengidap epilepsi. Dengan demikian orangtua bisa lebih fokus pada penanganan gejala. Tidak lagi malu-malu bertanya dan langsung inisiatif untuk berkonsultasi pada pakarnya. Jika penanganan sudah tepat, anak akan dapat menjalani hidup seperti sedia kala—layaknya orang normal.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top